Selasa, 08 Maret 2011

Konseptual Metafora

“The Figure in the Carpet”
(Penemuan atau ‘pengenalan’ kembali)
Yanna Popova

A. Ringkasan Cerita “The Figure in the Carpet”
Narator (Aku) memiliki teman penulis bernama Hugh Vereker. Narator, sebagai seorang pembaca sekaligus kritikus sangat tertarik dengan novel Vereker terbaru. Ia pun membuat review dan diterbitkan. Ia menemukan penulis ini "pintar," dan, tak lama setelah meninjau diterbitkan, Vereker bertemu di sebuah pesta akhir pekan. Seseorang ada salinan publikasi, dan memberikan kepada Vereker untuk membaca.
Dia menolak dan menganggap itu sebagai "omong kosong biasa," dan mengatakan bahwa penulis "tidak melihat apa-apa." Ketika narator sedang menuju ke kamar tidurnya, dia menyeberangi Vereker serta meminta maaf atas komentarnya, ia mengatakan bahwa narator hanya menemukan "petunjuk sedikit.". Mereka pun duduk untuk mendiskusikan hal tersebut. Namun demikian, Vereker tetap menolak usahanya dan menjelaskan bahwa semua kritik memiliki "kehilangan titik kecil saya," "hal tertentu saya telah menulis buku-buku saya yang paling baik menurut saya," "Inilah barang untuk kritikus untuk menemukan," "rahasia saya," "seperti sebuah kompleks tokoh dalam sebuah karpet Persia (gambar-tokoh dan cerita dalam karpet Persia).
Narator pun berdiskusi mengenai hal tersebut dengan Corviks , seorang editor media ‘The Middle ’, dan memiliki tunangan seorang novelis bernama Gwendolyn. Corviks sangat tertarik dan ia ingin menemukan misteri “The Figure in the Carpet”ini. Untuk mencapai harapan tersebut Corviks pergi ke India. Di India Corviks merasa menemukan jawaban atas teka-tekinya.
Corviks meninggal dalam sebuah kecelakaan tak lama setelah ia menikan dengan Gwendolyn. Narator pun ingin mengorek rahasia “The Figure in the Carpet” dari Gwendolyn. Akan tetapi, dia menolak.
Sejak Gwendolyn menolak untuk berbagi pengetahuan, narator berspekulasi, mungkin "angka” di karpet [itu] dapat dilacak . Selain itu, Narator juga menggunakan pendekatan personal pada suami Gwendolyn, Drayton Deane (setelah Corviks meninggal Gwendolyn menikah dengan Drayton Deane). Deane malah terkejut dan ‘terhina’ karena istrinya menyimpan rahasia itu. Pada akhirnya kedua orang ini (narrator dan Deane) berusaha menemukan “The Figure in the Carpet.

B. Linguistik Kognitif dan Konseptual Metafor
Kognitivisme mengacu pada teori linguistik yang berdasar pada pandangan tradisional tentang arah hubungan sebab akibat antara bahasa dan pikiran (Lyons 1995: 97). Kognitivisme merupakan bagian dari linguistik fungsional yang menawarkan prinsip yang sangat berbeda dari linguistik formal dalam memandang bahasa. Secara eksternal, linguis fungsional berpendapat bahwa prinsip penggunaan bahasa terwujudkan dalam prinsip kognitif yang sangat umum; dan secara internal mereka berpendapat bahwa penjelasan linguistik harus melampaui batas antara berbagai macam tingkatan analisis (Saeed 1997: 300). Misalnya, penjelasan tentang pola gramatikal tidak dapat hanya dianalisis melalui prinsip sintaksis yang abstrak, tetapi juga melalui sisi makna yang dikehendaki pembicara dalam konteks tertentu penggunaan bahasa (Saeed 1997: 300).
Metafora dapat didefinisikan sebagai penggunaan kata atau frasa untuk makna yang berbeda dari makna literalnya (Cruse 2004: 198). Dasar utama struktur konseptual metafor adalah hubungan antara visi dan intelektualitas di satu sisi serta sentuhan dan emosi di sisi lain. Proses intelektualitas dan emosional inilah yang membentuk makna terhadap kata, kalimat, atau wacana yang akan ‘ditafsirkan’. Lakoff dan Johnson (1987) mengemukakan bahwa hubungan metafora antara visi dan pemahaman, visi dan pengetahuan, visi dan manipulasi mental tidak arbitrar tetapi secara langsung ‘terpaksa’ (strictly constrained) atau apa yang disebutnya dengan istilah ‘perwujudan’ atau embodiment. ‘Perwujudan’ ini merupakan pola-pola berulang yang dihasilkan dari gerakan tubuh , manipulasi objek, dan interaksi persepsi dengan dunia (lingkungan atau alam), struktur konsep-konsep kita dan bahasa kita.
Kajian popova dalam “The Figure in the Carpet” dengan menafsirkan makna kata-kata yang diungkapkan tokoh mengenai istilah ini. Dia menggunakan pola konseptual metafor yang terwadahi dalam semantik kognitif. Artinya, dia mengungkapkan makna dengan pendekatan konseptual metafor pada kata-kata yang belum jelas atau ambigu dalam teks tersebut.
Konseptual metaphor dalam semantic kognitif merupakan penggabungan dari pengetahuan sebelumnya tentang perlambangan metafora. Terhadap kata-kata yang bermakna metaforis, pembaca atau pendengar dapat memahaminya dengan reinterpretasi dan menghubungkan makna kata tersebut dengan cara ‘konseptualisasi’. Dengan demikian kajian naskah dengan pendekatan Konseptual metaphor adalah kajian tentang sistem metaforis dengan tidak hanya melihat makna lateral suatu kata tetapi juga menafsirkan kata-kata tersebut dari sisi lain.








Popova menerapkan konseptual metaphor dengan cara (a) Understanding is seeing yang mengandalkan hubungan antara pengetahuan atau pemahaman yang mengandalkan brain (kognisi) dengan pemahaman yang mengandalkan vision atau seeing atau penampakan visual dari obyek yang dianalisis, di suatu sisi, atau pemahaman tentang sesuatu yang dihasilkan dari hubungan antara perasaan (emotion) dan sentuhan (touching); (b) Essence is internal yang mengandalkan pengetahuan dan pemahaman tentang ‘ciri2 khas atau keberadaan atau fitur-fitur internal yang menentukan keseluruhan atau keutuhan sesuatu’. Artinya, kekhasan yang sering tidak terlihat secara visual.
Dalam kajian ini, Popova juga menggunakan istilah Ironic readings dan Non-ironic readings. Ironic reading mengemukakan bahwa ‘the figure is simply an illusion’ (figure tersebut hanya sebuah ilusi belaka), dia bukanlah sebuah obyek riil yang harus dikejar-kejar dan dibuat menjadi nyata. Sebaliknya dengan non-ironic reading. Temuan melalui ironic reading ini sebenarnya akan sama dengan temuan dalam menerapkan konseptual metafor berbasis understanding is seeing dan essence is internal.

Tidak ada komentar: