Rabu, 09 Desember 2009

tugas Fils pendidikan prof. Muhari

ALIRAN PERENIALISME, ESENSIALISME, DAN REKONSTRUKSIONISME DALAM PENDIDIKAN

I. Pendahuluan
A.Latar Belakang
Mengkaji filsafat pendidikan merupakan kegiatan ilmiah yang menarik dan cukup menantang. Hal ini dikarenakan filsafat pendidikan terlahir dari akar ilmu pengetahuan, yaitu filsafat. Perkembangan ilmu filsafat memiliki kontribusi yang cukup besar, terutama dalam ranah pendidikan.
Filsafat pendidikan juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejala kependidikan yang tertentu pula.
Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan, yang telah dikembangkan oleh para ahlinya , mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya, mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut dapat diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
Ada sembilan filsafat pendidikan yang seringkali dikaji dalam rangka pengembangan pendidikan, khususnya di Negara Indonesia. Filsafat pendidikan tersebut adalah Idealisme, Realisme, Materialisme,Pragmatisme, Humanisme, Konstruktivisme Perenialisme, Essensialisme, dan Rekonstruksionisme.
Makalah ini membahas tiga filsafat pendidikan terakhir, yaitu Perenialisme, Essensialisme, dan Rekonstruksionisme.

B.Rumusan Masalah
Makalah ini membahas mengenai hal-hal sebagai berikut :
1. sejarah filsafat pendidikan perenialisme, essensialisme, dan rekonstrusionisme
2. tujuan filsafat pendidikan perenialisme, essensialisme, dan rekonstrusionisme
3. penerapan filsafat pendidikan perenialisme, essensialisme, dan rekonstrusionisme di bidang pendidikan, serta
4. kelebihan dan kekurangan filsafat pendidikan perenialisme, essensialisme, dan rekonstrusionisme

C. Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini bertujuan untuk menguraikan :
1. sejarah filsafat pendidikan perenialisme, essensialisme, dan rekonstrusionisme
2. tujuan filsafat pendidikan perenialisme, essensialisme, dan rekonstrusionisme
3. kontribusi filsafat pendidikan perenialisme, essensialisme, dan rekonstrusionisme
4. kelebihan dan kekurangan filsafat pendidikan perenialisme, essensialisme, dan rekonstrusionisme

D. Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat penulisan makalah ini secara akademis adalah memberikan kajian lebih mendalam mengenai ketiga filsafat pendidikan tersebut dan aplikasinya dalam dunia pendidikan di Indonesia.

II. Pembahasan

A. Sejarah Filsafat Pendidikan Perenialisme, Essensialisme, dan Rekonstruksionalisme

1. Filsafat pendidikan perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20. Perenialisme lahir suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialis menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural.
Solusi yang ditawarkan kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat pada zaman kuno dan abad pertengahan. Peradaban – kuno (Yunani Purba) dan abad pertengahan dianggap sebagai dasar budaya bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa dari abad keabad (Sa’dullah, 2009:151).
Pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum berdasarkan penelitian terhadap Great Books (Buku Besar Bersejarah) dan pembahasan buku-buku klasik.
Perenialis menggunakan prinsip-prinsip yang dikemukakan Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino. Pandangan-pandangan Plato dan Aristoteles mewakili peradaban Yunani Kuno serta ajaran Thomas Aquino dari abad pertengahan. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65).

2. Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah G.W. F. Hegel dan G. Santayana.
a. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
b. George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).
Esensialisme berbeda dengan progresivisme, perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.


3. Filsafat Pendidikan Rekontruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggeris rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern.
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.

B. Tujuan Aliran Filsafat Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionisme

1. Tujuan Filsafat Perenialisme
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keapaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudyaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan bahwa perenialisme mcmandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman modern) in terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan kemasa lampau.
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di mana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Setelah perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu azas yang komprehensif. Perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat pendidikan perenialisme adalah mengembalikan keadaan manusia seperti dalam kebudayaan ideal serta mencari dan menemukan arah pendidikan seperti di masa lampau.

2. Tujuan Filsafat Esensialisme
Filsafat Esensialis pada mulanya dirumuskan sebagai kritik terhadap tren-tren progresif di sekolah-sekolah. Aliran ini berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di kalangan muda (Bagley, 1934).
Esensialisme memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum dan yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. Tidak seperti perennialisme yang menekankan pada kebenaran-kebenaran eksternal, esensialisme menekankan pada apa yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang diyakini penting yang harus diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif.
Esensialisme muncul karena protes terhadap progresivisme, namun dalam protes tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme seperti halnya yang dilakukan perennialisme. Ada beberapa aspek dari progresivisme yang secara prinsipil tidak dapat diterimanya. Esensialis berpendapat bahawa betul-betul ada hal-hal yang esensial dari pengalaman anak yang memiliki nilai esensial yang perlu dibimbing.

3. Tujuan Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam bakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, semen tara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan perasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak. Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekali sunyi dan substansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung pada ilmu pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.

C. Penerapan Filsafat Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionisme dalam Pendidikan

1. Filsafat Perennialisme
Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi, atau perennial. Tujuan pendidikan adalah memastikan bahwa siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Kaum perennealis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakekat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah selama berabad-abad. Jadi, gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan-permasalahan di setiap zaman.
Lebih jauh lagi, filsafat perennialis menekankan kemampuan berpikir rasional manusia; filsafat itu merupakan pengolahan intelektual yang membuat manusia menjadi benar-benar manusia dan membedakan mereka dari binatang.
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh.
Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai peranan sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk men gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.
2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya¬karya tokoi1 terse but untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya buahpikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli terse¬but dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat pereni¬alisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad pertengahan filsafat teologis, sekarang seharusnya bersendikan filsafat metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di samping itu, dikatakan pula bahwa karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting maka perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis.
Dari ungkapan yang diutarakan oleh Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua orang, ini disebut pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu, diharapkan tiap individu itu terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang sama.

2. Filsafat Esensialisme
Gerakan back to basic pada pertengahan tahun 1970-an adalah salah satu dorongan untuk menerapkan program-program esensialis di sekolah-sekolah. Esensialis beranggapan bahwa sekolah harus mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara, dan berhitung serta sekolah memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan apakah semua siswa menguasai keterampilan-keterampilan tersebut.
Esensialis tidak memandang anak sebagai orang yang jahat dan tidak pula memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak-anak tersebut tidak akan menjadi anggota masyarakat yang berguna, kecuali kalau anak-anak secara aktif dan penuh semangat diajarkan nilai disiplin, kerja keras dan rasa hormat pada pihak ‘yang punya otoritas’. Peran guru adalah membentuk para siswa, menangani insting-insting alamiah dan nonproduktif mereka di bawah pengawasan sampai pendidikan mereka selesai.
Menurut Esensialis pendidikan sekolah harus bersifat praktis dan memberi anak-anak pengajaran yang logis yang mempersiapkan mereka untuk hidup, sekolah tidak boleh mencoba mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan sosiial.
Kurikulum esensialisme seperti halnya perennialisme, berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered) . Di sekolah dasar penekanannya pada kemampuan dasar membaca, menulis, dan matematika. Di sekolah menengah diperluas dengan matematika, sains, humaniora, bahasa dan sastra.
Penguasaan terhadap materi kurikulum tersebut merupakan dasar yang esensial bagi general education yang diperlukan dalam hidup. Bagi kaum esensial, menguasai fakta dan konsep dasar disiplin yang esensial merupakan suatu keharusan.

3. Filsafat Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakan lanjutan dari progressivisme. Kaum rekonstruksionis seperti George Counts menganggap bahwa proses edukatif harus didasarkan pada suatu pencarian yang terus-menerus untuk suatu masyarakat yang lebih baik (Sadullah, 2009:167). Sekolah harus mengarahkan perubahan atau rekonstruksi pada tatanan sosial saat ini.
George S. Counts sebagai rekonstruksionisme mengemukakan bahwa sekolah akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat pembangunan masyarakat baru secara keseluruhan, membasmi kemunafikan, peperangan, dan kesukuan. Masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan tantangan bagi pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekonstruksi sosial, daripada pendidikan hanya mempertahankan status quo (Sadullah, 2009:1968)
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula. Demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia (Jalaludin, 2007:119).
Tujuan pendidikan adalah menumbuhkan kesadaran terdidik yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia dalam skala global dan memberi keterampilan pada mereka agar memiliki kemampuan untuk masalah-masalah tersebut. Tujuan akhir pendidikan adalah terciptanya masyarakat baru yaitu suatu masyarakat global yang saling ketergantungan.
Kurikulum merupakan subject matter yang berisikan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik yang beraneka ragam yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah-masalah sosial dan pribadi peserta didik itu sendiri. Isi kurikulum tersebut berguna dalam penyusunan disiplin sains sosial dan proses penemuan ilmiah (inquiri ilmiah) sebagai metode kerja untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
Peranan guru menurut paham rekonstruksionisme sama dengan paham pregressivisme. Guru harus menyadarkan si peserta didik terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia, membantu mereka mengidentifikasi masalah-masalah untuk dipecahkannya sehingga peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut. Guru harus mendorong mereka untuk dapat berpikir alternative dalam memecahkan masalah tersebut. Lebih jauh guru harus mampu menciptakan aktivitas belajar yang berbeda secara serempak.
Sekolah merupakan agen utama untuk perubahan sosial, politik, dan ekonomi di masyarakat. Tugas sekolah adalah mengembangkan rekayasa sosial dengan tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat dewasa ini dan masyarakat yang akan dating. Sekolah memelopori masyarakat ke arah masyarakat baru yang diinginkan.

III. Penutup
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat disimpulkan kelebihan dan kelemahan tiap-tiap filsafat, yaitu sebagai berikut :

1. Filasafat Perenialisme
Kelebihan :
a. Pendidikan ditekankan pada kebenaran absolut yang bersifat universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu.
Perenialisme menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran, dan keindahan Perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang menjadi pandangan hidup yang kokoh pada zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam pandangan perenialisme pendidikan lebih banyak mengarahkan perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
b. Kurikulum menekankan pada perkembangan intelektual siswa pada seni dan sains.
Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa harus berhadapan pada bidang-bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik dan paling significant yang diciptakan oleh manusia. Contohnya, seorang guru bahasa Inggris mengharuskan siswanya untuk membaca Moby Dick nya Melville atau drama-drama Shakespeare.

Kelemahan:
a. Perenialis kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena menurut mereka perubahan banyak menimbulkan kekacauan, ketidakpastian,dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio-kultural.
b. Focus perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin pengetahuan abadi , hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian pada realitas peserta didik dan minat-minat siswa.

2. Filsafat Esensialisme
Kelebihan :
a. esensialisme membantu untuk mengembalikan subject matter ke dalam proses pendidikan, namun tidak mendukung perenialisme bahwa subject matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku besar dari peradaban barat. Great Book tersebut dapat digunakan namun bukan untuk mereka sendiri melainkan untuk dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada pada dewasa ini.
b. esensialis berpendapat bahwa perubahan merupaka suatu kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan sosial. Mereka mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus terjadi sebagai hasil desakan masyarakat secara terus-menerus. Perubahan terjadi sebagai kemampuan imtelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan untuk mengadakan amandemen cara-cara bertindak, organisasi, dan fungsi sosial.

Kelemahan :
a. menurut esensialis, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan sosial. Hal ini mengakibatkan adanya orientasi yang terikat tradisi pada pendidikan sekolah yang akan mengindoktrinasi siswa dan mengenyampingkan kemungkinan perubahan.
b. Para pemikir esensialis pada umumnya tidak memiliki kesatuan garis karena mereka berpedoman pada filsafat yang berbeda. Beberapa pemikir esensialis bahkan memandang seni dan ilmu sastra sebagai embel-embel dan merasa bahwa pelajaran IPA dan teknik serta kejuruan yang sukar adalah hal-hal yang benar-benar penting yang diperlukan siswa agar dapat memberi kontribusi pada masyarakat.
c. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasai lapangan, dan merupakan model yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas dibawah pengaruh dan pengawasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa.

4. Filsafat Rekonstruksionisme
Kelebihan :
a. rekonstruksionisme menekankan pada pengalaman yang dimiliki para siswa dengan interaksi ekstensif antara guru dan siswa dan diantara para siswa itu sendiri.
b. melalui suatu pendekatan rekonstruksionis sosial pada pendidikan, para siswa belajar metode-metode yang tepat untuk berhadapan dengan krisis-krisis significan yang melanda dunia : perang, depresi ekonomi, terorisme internasional, kelaparan, inflasi, dan percepatan peningkatan teknologi. Kurikulum disusun untuk menyoroti kebutuhan akan beragam reformasi sosial.
Kelemahan :
Karena tujuan sekolah adalah mengembangkan rekayasa sosial, beban dan tanggung jawab sekolah sangatlah berat.


DAFTAR PUSTAKA


Jalaluddin dan Idi Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jogyakarta : Ar-Ruzz

Sa’dullah, Uyoh. 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

http://edu-articles.com/
http://en.wikipedia.org/wiki/Main_Page
http://e-pendidikan.net/
http://gkagloria.or.id/index.php
http://hhmsociety.multiply.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama
http://mimbardemokrasi.blogspot.com/
http://rajasidi.multiply.com/
http://wordpress.com/
http://www.2bryan.com/
http://www.geocities.com/HotSprings/6774/jurnal3.html
http://www.re-searchengines.com/artikel.html
http://wahyudisy.blogspot.com/2008/01/aliran-progresivisme-aliran.html

Tidak ada komentar: